LAPORAN
PRAKTIKUM
FISIOLOGI
TUMBUHAN
PERCOBAAN I
DORMANSI
KARENA KULIT BIJI YANG KERAS
NAMA
: OLIVIA DATU PARUNG
NIM
: H411 11 008
HARI/TGL PERCOBAAN :
KAMIS, 11 OKTOBER 2012
KELOMPOK :
1 (SATU)
ASISTEN :
GABY MAULIDA NURDIN
ASLIAH

LABORATORIUM BOTANI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dormansi dapat didefenisikan sebagai suatu pertumbuhan dan
metabolisme yang terpendam, dapat disebabkan oleh lingkungan yang tidak baik
atau faktor dari dalam tumbuhan itu sendiri. Seringkali jaringan yang dorman
gagal tumbuh meskipun berada dalam kondisi yang ideal (Latunra, 2012).
Dormansi pada benih dapat
berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa tahun
tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya. Dormansi pada benih
dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji keadaan fisiologis dari
embrio atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Pertumbuhan tidak akan
terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum dikenakan
suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut (Salisbury dan Ross, 1995).
Ada beberapa penyebab dormansi pada
biji yaitu eksternal dan internal. Penyebab dormansi secara eksternal yaitu
berasal dari lingkungan dari biji sedangkan secara internal yaitu berasal dari
biji itu sendiri (Dwijoseputro, 1994).
Faktor-faktor yang
menyebabkan hilangnya dormansi pada benih sangat bervariasi tergantung pada
jenis tanaman dan tentu saja tipe dormansinya, antara lain yaitu: karena
temperatur yang sangat rendah di musim dingin, perubahan temperatur yang silih
berganti, menipisnya kulit biji, hilangnya kemampuan untuk menghasilkan zat-zat
penghambat perkecambahan, adanya kegiatan dari mikroorganisme (Salisbury
dan Ross, 1995).
Berdasarkan dari hasil tersebut maka
dilakukan percobaan mengenai dormansi karena kulit biji yang keras.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan
kali ini adalah untuk mematahkan dormansi pada biji nangka Arthocarpus integra, biji, dengan perlakuan fisik
(digosok/diamplas), perlakuan kimia (di rendam padalarutan H2SO4
pekat) serta mekanik (perendaman air panas dan air hangat).
I.3
Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan
mengenai Dormansi karena Kulit Biji yang Keras ini dilaksanakan pada hari Kamis
tanggal 11 Oktober 2012, pukul 14.15 - 17.00 WITA, bertempat di Laboratorium Botani,
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin,
Makassar, dan pengamatan dilakukan selama 4 minggu bertempat di halaman Canopy
Biologi Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Benih dikatakan dorman apabila benih
tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada
keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu
perkecambahan. (Lakitan, 2007).
Dormansi
pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim bahkan sampai beberapa
tahun tergantung pada jenis tanaman dan dormansinya. Pertumbuhan tidak akan
terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum dikenakan
suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut. Dormansi dapat dipandang
sebagai salah satu keuntungan biologis dari benih dalam mengadaptasikan siklus
pertumbuhan tanaman terhadap keadaan lingkungannya, baik musim maupun
variasi-variasi yang kebetulan terjadi. Sehingga secara tidak langsung benih
dapat menghindarkan dirinya dari kemusnahan alam. Dormansi pada benih dapat
disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji ataupun keadaan fisiologis dari
embrio atau kombinasi dari kedua kedaan tersebut. Sebagai contoh kulit biji
yang impermeabel terhadap air dan gas sering dijumpai pada benih-benih dari
famili Leguminosae. (Lakitan, 2007)
Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori yaitu
(Salisbury
dan Ross, 1995):
a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi
-
Imposed dormancy (quiscense), yang berarti
terhalangnya pertumbuhan katif karena keadaan lingkungan yang tidak
menguntungkan
- Imnate
dormancy (rest), dimana dormansi disebabkan oleh keadaan atau
kondisi
didalam organ biji itu sendiri
b. Berdasarkan mekanisme dormansi di
dalam biji
Mekanisme
ini masih terdiri atas:
-
Mekanisme Fisik
Merupakan
dormansi yang mekanisme penghambatanya disebabkan oleh organ biji itu sendiri,
terbagi menjadi :
-
Mekanis, embrio
tidak berkembang karena dibatasi secara fisik
- Fisik, penyerapan air terganggu karena kulit biji yang
bersifat impermeable
- Kimia, bagian biji atau buah yang mengandung zat kimia
penghambat.
-
Mekanisme fisiologis
Merupakan
dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis,
terbagi menjadi:
-
Photodormancy, proses fisiologis dalam biji
terhambat oleh faktor cahaya
-
Immature embryo, proses fisiologis dalam biji
terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang
- Thermodormancy, terhambat oleh pengaruh suhu
c. Berdasarkan bentuk dormansi
Berdasarkan
bentuk dormansinya terdiri dari:
- Kulit biji immpermeabel
terhadap air (O2)
-
Bagian biji yang immpermeabel,
membrane biji, kulit biji, nukleus, perikarp, dan endokarpium
- Kulit biji
yang keras di lapisan epidermnya disebabkan oleh pengaruh
genetik
maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji inii dapat dengan stratifikasi mekanisme secara fisik
- Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam
substansi pada membran (misal: cutin, lignin)
-
Bagian biji yang mengatur masuknya air kedalam biji,
mikrofil, kulit biji, raphi/hilum , strophiole, mekanisme higroskopismenya
diatur oleh hilum
-
Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam
kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini
dapat dipatahkan dengan perlakuan temperature tinggi dan pemberian larutan asam
kuat
Dormansi karena immature embryo ini
dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia. Biji
membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering Dormansi
karena kebutuhan akan afterripening ini dapat dipatahkan dengan
perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan kulit (Salisbury dan Ross, 1995).
Ada pula biji yang membutuhkan suhu rendah, biasa
terjadi pada spesies daerah temperate, seperti apel dan Familia Rosaceae.
Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim gugur,
melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya.
Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan
perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi
(Salisbury dan Ross, 1995)
Menurut Dwidjosoeputro (1994),
cir-ciri biji yang dormansi yaitu:
1.
Jika kulit dikupas, embrio tumbuh
2.
Embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan
dengan suhu rendah
3.
Embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses
perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
4.
Perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah,
namun semai tumbuh kerdil
5.
Akar keluar pada musim semi, namun epicotyl baru
keluar pada musim semi berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin)
Biji yang telah masak dan siap untuk
berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk
dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan
untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk
mengatasi dormansi embryo (Lakitan, 2007).
Skarifikasi menurut Lakitan (2007)
merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih,
yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya
perkecambahan biji yang seragam. Upaya ini dapat berupa pemberian perlakuan
secara fisis, mekanis, maupun kimia, Hartmann (1997) mengklasifikasikan
dormansi atas dasar penyebab dan metode yang dibutuhkan untuk mematahkannya.
Teknik skarifikasi pada berbagai jenis benih harus disesuaikan dengan
tingkat dormansi fisik. Berbagai teknik untuk
mematahkan dormansi fisik antara
lain seperti (Dwidjosoeputro, 1994):
1. Perlakuan mekanis (skarifikasi)
Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara
penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan
pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif
untuk mengatasi dormansi fisik. Setiap benih ditangani secara manual, maka
dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada
hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil,
asal daerah radikel tidak rusak. Seluruh permukaan kulit biji dapat dijadikan
titik penyerapan air. Pada benih legum, lapisan sel palisade dari kulit biji
menyerap air dan proses pelunakan menyebar dari titik ini keseluruh permukan
kulit biji dalam beberapa jam. Pada saat yang sama embrio menyerap air.
Skarifikasi manual efektif pada seluruh permukaan kulit biji, tetapi daerah
microphylar dimana terdapat radicle, harus dihindari. Kerusakan pada daerah ini
dapat merusak benih, sedangkan kerusakan pada kotiledon tidak akan mempengaruhi
perkecambahan.
2. Air Panas
Air panas mematahkan dormansi fisik padaleguminosae melalui tegangan yang
menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids. Metode ini paling efektif bila
benih direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk
mencegah kerusakan pada embrio karena bila perendaman paling lama, panas yang
diteruskan kedalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi
dapat merusak benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi tiap jenis. Umumnya benih kering yang masak atau kulit bijinya relatif
tebal toleran terhadap perendaman sesaat dalam air mendidih.
3.
Perlakuan kimia
Perlakuan
kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi pada
benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki
oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat
dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat
dilalui air dengan mudah.
Larutan asam untuk perlakuan ini
adalah asam sulfat pekat (H2SO4), asam ini menyebabkan kerusakan pada kulit
biji dan dapat diterapkan pada legum maupun non legum. Tetapi metode ini tidak
sesuai untuk benih yang mudah sekali menjadi permiabel, karena asam akan
merusak embrio. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan 2 hal, yaitu
(Lakitan, 2007):
1. Kulit biji atau pericarp yang
dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi
2. Larutan asam tidak mengenai
embrio.
Tabel
tipe-tipe dormansi dan pematahannya (Marufiah, 2010) :
Tipe dormansi
|
Karakteristik
|
Contoh spesies
|
Metode pematahan dormansi
|
|
Alami
|
Buatan
|
|||
Immature
embryo
|
Benih
secara fisiologis belum mampu berkecambah, karena embryo belum masak walaupun
biji sudah masak
|
Fraxinus excelcior, Ginkgo biloba,
Gnetum gnemon
|
Pematangan
secara alami setelah biji disebarkan
|
Melanjutkan
proses fisiologis pemasakan embryo setelah biji mencapai masa lewat-masak (after-ripening)
|
Dormansi
mekanis
|
Perkembangan
embryo secara fisis terhambat karena adanya kulit biji/buah yang keras
|
Pterocarpus, Terminalia sp, Melia volkensii
|
Dekomposisi
bertahap pada struktur yang keras
|
Peretakan
mekanis
|
Dormansi
fisis
|
Imbibisi/penyerapan
air terhalang oleh lapisan kulit biji/buah yang impermeable
|
Beberapa Legum & Myrtaceae
|
Fluktuasi
suhu
|
Skarifikasi
mekanis, pemberian air panas atau bahan kimia
|
Dormansi
chemis
|
Buah atau
biji mengandung zat penghambat (chemical inhibitory compound) yang menghambat
perkecambahan
|
Buah
fleshy (berdaging)
|
Pencucian
(leaching) oleh air, dekomposisi bertahap pada jaringan buah
|
Menghilangkan
jaringan buah dan mencuci bijinya dengan air
|
Foto
dormansi
|
Biji gagal
berkecambah tanpa adanya pencahayaan yang cukup. Dipengaruhi oleh mekanisme
biokimia fitokrom
|
Sebagian
besar spesies temperate, tumbuhan pioneer tropika humida seperti eucalyptus dan Spathodea
|
Pencahayaan
|
Pencahayaan
|
Thermo
dormansi
|
Perkecambahan
rendah tanpa adanya perlakuan dengan suhu tertentu
|
Sebagian
besar spesies temperate, tumbuhan pioneer daerah tropis-subtropis kering,
tumbuhan pioneer tropika humida
|
Penempatan
pada suhu rendah di musim dingin
Pembakaran
Pemberian
suhu yang berfluktuasi
|
Stratifikasi
atau pemberian perlakuan suhu rendah
Pemberian
suhu tinggi
Pemberian
suhu berfluktuasi
|
Dormansi biji merupakan keadaan
dimana biji tidak dapat berkecambah meskipun kondisi untuk berkecambah telah
memadai. Hal ini biasanya terjadi karena hal – hal berikut (Purnamasari, 2011):
1. Adanya
pelapis biji yang sulit ditembus air
Biji
memiliki pelapis – pelapis berupa perikarp, testa, perisperma dan..endosperma. Pelapis – pelapis tersebutlah yang
mengakibatkan terhalangnya pertukaran oksigen dan penyerapan air. Selain itu,
adanya pelapis – pelapis tersebut juga menyebabkan kegagalan dalam memobilisasi
cadangan makanan dari endosperma/ perisperma.
Gambar 1: Biji utuh
Sumber: http://cecisuss26.blogspot.com
Testa
merupakan lapisan yang impermeabel terhadap air jika baru dialiri air, oleh
karena itu dormansi di tanah dapat dipertahankan sampai lapisan tersebut
dirusak oleh organisme – organisme mikro tanah. Ada pula pada beberapa spesies,
air dan oksigen tidak dapat masuk kedalam biji karena terhalang oleh gabus (sumpal strofiolar). Terhalangnya air
dan oksigen kedalam biji dapat diatasi dengan goncangan dan skarifikasi
(penggoresan) Jadi, biji digoncang – goncangkan sampai sumpal strofiolar
lepas, selanjutnya air dan oksigen dapat menembus biji dan biji dapat mulai
berkecambah. Skarifikasi (penggoresan) dilakukan dengan pisau, kikir, dan
kertas amplas, sedangkan di alam skarifikasi terjadi akibat kerja mikroba, pada
saat biji melewati pencernaan burung atau hewan lain, terpajan suhu yang tidak
menentu, serta terbawa oleh air melintasi pasir dan batu cadas.
2. Belum
dewasanya embrio
Pada beberapa biji, tidak terjadinya perkecambahan
disebabkan karena embrio
belum sempurna pertumbuhannya atau belum
matang. Biji – biji tersebut memerlukan jangka waktu tertentu agar dapat
berkecambah. Biji – biji ini biasanya ditempatkan pada temperatur dan
kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrio terbentuk
sempurna dan dapat berkecambah.
3. Adanya
senyawa – senyawa penghambat osmotik dan kimia
Potensial
air yang terlalu negatif menyebabkan biji mengalami dormansi. Adapun senyawa –
senyawa kimia yang menghambat perkecambahan dan menyebabkan dormansi
diantaranya adalah kompleks pelepas sianida, senyawa pelepas ammonia, lakton
tak jenuh, aldehid, minyak esensial, alkaloid, dan senyawa fenol. Selain
senyawa – senyawa tersebut, adapula hormon yang berperan dalam dormansi biji
yaitu ABA. ABA eksogen menjadi penghambat yang kuat bagi perkecambahan biji,
dimana hormon ini akan memperlambat pemanjangan radikula. ABA memang
menyebabkan dormansi pada beberapa spesies, namun tidak pada spesies – spesies
tertentu. Pada tumbuhan gurun, masa berakhirnya dormansi terjadi ketika hujan
lebat melunturkan ABA dari biji. Adapun hormon yang berperan dalam mengatasi
dormansi biji adalah giberelin. Hormon ini akan mendorong pemanjangan sel
sehingga radilkula dapat menembus endosperm, kulit biji, atau kulit buah yang
membatasi pertumbuhannya.
Gambar di bawah menunjukkan
interaksi antar beberapa hormon dalam dormansi pada biji dan pengontrolan
perkecambahan. Perkecambahan pada biji ada 2 tahap yaitu pemecahan testa dan
pemecahan endosperm. Pada gambar A tampak bahwa pemberian cahaya dan GA dapat
meyebabkan testa pecah. Hormon GA, etilen brassinosteroids (BR) membantu
pemecahan endosperm dan menetralkan efek ABA yang bersifat mencegah terjadinya
perkecambahan, dimana hormon ABA menghalangi pemecahan endosperm. Pada gambar
B, tampak bahwa pecahnya testa menyebabkan pemanjangan calon akar (radicle).
Pada peristiwa ini, ABA tidak menghambat pemecahan testa, tetapi menghalangi pertumbuhan
calon akar berikutnya (Purnamasari, 2011).
Gambar 2: Interaksi antar hormon selama dormansibiji dan
pengontroloan perkecambahan. (A) Nicotiana sp. (B) Brassica napus
Dormansi kuncup terjadi sebelum
munculnya perubahan warna dan mengeringnya daun pada musim gugur. Pada saat
musim panas, kuncup – kuncup ini akan berhenti tumbuh dan kemudian muncul
kembali ketika musim dingin. Daun – daun akan tetap berwarna hijau dan melakukan
fotosintesis sampai awal musim gugur, dimana nantinya daun akan mengering
akibat respons terhadap siang hari yang pendek, cerah dan dingin. Adanya
perlakuan hari pendek menyebabkan terjadinya pembentukan kuncup dorman dan
penghambatan pemanjangan ruas serta pembesaran daun, contohnya pada mapel merah
Acer rubrum dan cemara Norwegia Picea abies (Purnamasari, 2011).
Sama seperti halnya dormansi biji,
kurangnya air pada kuncup juga mempercepat dormansi. Pengaruh morfologi
terhadap dormansi juga mengambil peranan yang penting, dimana pada kuncup
dorman umumnya terdapat sisik kuncup. Sisik
kuncup ini merupakan ruas yang sangat pendek
dengan daun yang berubah. Sisik ini berperan dalam mencegah kekeringan dan
membatasi pergerakan oksigen ke jaringan meristem yang ada di bawahnya
(Purnamasari, 2011).
Dormansi kuncup dari tumbuhan
berkayu memiliki sejumlah primordial daun yang tidak membesar dan perkembangan
selanjutnya dihentikan oleh awal dormansi. Promordia daun dapat dikelilingi
oleh sisik tunas dengan stipula yang berubah (seperti pada Fagus) atau
daun yang berubah (seperti pada Acer) (Purnamasari, 2011).
Hormon ABA berperan dalam
menginduksi dormansi. Awalnya hormon ini disintesis di daun kemudian
dipindahkan ke pucuk untuk menginduksi dormansi. ABA akan berperan secara
langsung dalam memperlambat dan menghentikan pertumbuhan serta perkembangan
sisik kuncup (Purnamasari, 2011).
Auksin banyak
digunakan dalam kerja mikropropagasi dan bekerja sama dengan medium makanan
(nutrien) untuk memelihara pertumbuhan kalus, suspensi sel atau organ (seperti
meristem, tunas dan ujung akar) dan mengatur morfogenesis. Adanya dominasi apikal
menyebabkan tanaman dapat tumbuh lebih tinggi dan meningkatkan eksposur tanaman
terhadap cahaya matahari. Produksi auksin oleh tunas apikal berdifusi ke arah
bawah tumbuhan dan menghambat
pertumbuhan tunas lateral. Pemotongan tunas apikal beserta hormonnya dapat menyebabkan
tunas lateral dorman yang terletak di bawah untuk mulai tumbuh. Ketika tunas
apikal dihilangkan, sumber auksin hilang. Konsentrasi auksin yang jauh lebih
rendah menyebabkan tunas lateral terpacu untuk tumbuh. Tunas lateral akan lebih
sensitive terhadap auksin daripada tunas apikal. Selanjutnya tunas yang berada diantara ketiak daun
dan batang menghasilkan percabangan baru yang akan berkompetisi untuk menjadi
titik tumbuh
(Purnamasari, 2011).
Gambar 3: Dormansi tunas apikal
Sumber : http://cecisuss26.blogspot.com
Dormansi ternyata menyebabkan aktifitas
metabolik menjadi rendah, seperti halnya proses respirasi. Adanya defisiensi
oksigen yang dialami oleh biji dan tunas terutama ditemperatur yang tinggi akan
menyebabkan oksidasi koenzim asetil A menjadi terbatas. Akibatnya senyawa
tersebut dan perantara – perantara glikolitik yang lain dialihkan ke proses
yang lainnya, terutama kepada pembentukan asam – asam lemak dan lipid. Di lain
pihak, peneliti – peneliti bernama Bradbeer dan Colmack mengemukakan bahwa
siklus asam trikarboksilat
(TCA),
jalan lalu glikolitik dan jalan
lalu pentos posfat
semuanya aktif di dalam
biji yang dorman (Purnamasari,
2011).
Pada saat
biji atau kuncup mengalami dormansi, proses imbibisi air menjadi terhambat.
Terhambatnya proses ini tentu menyebabkan proses metabolisme cadangan makanan
dan mobilisasi cadangan makanan menjadi terhambat. Tentu hal ini juga akan
menghambat proses respirasi karena pada dasarnya respirasi memerlukan glukosa
untuk di ubah menjadi energy (Purnamasari, 2011).
Tumbuhan
yang mengalami dormansi tidak melakukan fotosintesis. Ketika menjelang musim
dingin misalnya tumbuh – tumbuhan akan menggugurkan daunnya. Kemudian tumbuh –
tumbuhan tersebut akan membentuk kuncup – kuncup. Oleh karena itu pada saat
tumbuhan mengalami dormansi di musim dingin tumbuhan tidak melakukan
fotosintesis. Adapun makanan yang digunakan selama fase tidur ini berasal dari
cadangan makanan yang tersimpan dalam tubuh tumbuhan (Purnamasari, 2011).
Menurut
Bouzille (2009), bukti lebih lanjut untuk efek positif stratifikasi dingin pada
perkecambahan Carex datang dari
percobaan penanaman. Musim perubahan dormansi telah diselidiki dalam percobaan
penanaman, dimana benih yang ditanam di
lapangan Batch akan tumbuh (keluar dari dormansinya) diakhir musim gugur atau
masuk musim dingin dan memasuki dormansi musim semi atau awal musim panas. Proses
ini merupakan mekanisme alamiah perkecambahan diakhir musim semi.
Dormansi
primer dapat menjadi mekanisme penting yang memengaruhi waktu perkecambahan,
karena dapat meningkatkan kemungkinan bahwa perkecambahan bertepatan dengan
keuntungan untuk kelangsungan hidup bibit. Suhu dan salinitas juga memiliki
efek yang berbeda pada perkecambahan benih (Bouzille, 2009).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Tabel Pengamatan
No
|
Perlakuan
|
Tinggi
Tanaman … (cm) Pada Minggu ke-…
|
|||
I
|
II
|
III
|
IV
|
||
1
|
Secara
fisik (dikikir)
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
Secara
mekanik (perendaman air panas
|
-
|
-
|
-
|
-
|
3
|
Secara
mekanik (perendaman air hangat)
|
-
|
-
|
-
|
-
|
4
|
Secara
kimiawi (perendaman larutan H2SO4
|
-
|
-
|
-
|
-
|
IV.2 Pembahasan
Percobaan dormansi karena kulit biji
yang keras ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian perilaku mekanik, fisik
dan kimia terhadap pematahan dormansi biji nangka Arthocarpus
integra. Biji-biji
nangka Arthocarpus integra yang berjumlah 20 biji dibagi menjadi 5
kelompok. Kelompok I, kulit biji-biji tersebut dikikis sebagian kulitnya pada
area yang tidak ada lembaganya menggunakan amplas. Kemudian direndam dalam air
selama 10 menit. Kelompok II dengan merendam biji-biji tersebut ke dalam air
panas selama 10 menit. Kelompok III dengan merendam biji-biji tersebut ke air
dingin selama 10 menit. Kelompok IV, biji-biji tersebut direndam dalam larutan
H2SO4 (asam sulfat pekat) selama 10 menit dan kemudian
dibilas dengan air. Kelompok terakhir tidak diberikan perlakuan karena sebagai
pengontrol. Setelah semua biji diberi perlakuan, kemudian di tanam dalam
polybag yang telah berisi tanah. Setiap biji yang diberi perlakuan sama di
tanam dalam satu polybag yang sama pula.
Pada minggu pertama pengamatan,
biji-biji tersebut belum menunjukkan adanya pertumbuhan. Begitu pula dengan
minggu-minggu selanjutnya, sampai pada minggu keempat.
Tidak tumbuhnya biji tersebut
dimungkinkan oleh beberapa faktor. Faktor yang pertama yaitu kekecilannya
polybag yang dipakai karena biji nangka Atrhocarpus
integra yang terlalu besar sehingga tidak ada tempat yang begitu luas untuk
tumbuh dan juga mungkin adanya perebutan zat hara antara biji-biji tersebut.
Faktor kedua yaitu kurang panasnya air atau kurang lamanya masa perendaman (air
panas, air dingin dan larutan H2SO4), sehingga kulit pada
biji belum terlalu lunak untuk dapat ditembus oleh air. Faktor ketiga yaitu kurangnya pemberian
nutrisi pada tanah tersebut, sehingga biji tidak dapat melakukan pertumbuhan.
Faktor yang terakhir yaitu suhu pada lingkungan yang terlalu panas, karena suhu
yang panas dapat merusak embrio di dalam biji tersebut.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pengamatan selama kurang lebih 4 minggu dapat disimpulkan bahwa semua
biji-biji nangka Arthocarpus integra yang
telah diberi perlakuan fisik (digosok/diamplas), perlakuan kimia (direndam pada
larutan H2SO4 pekat) serta mekanik (perendaman pada air
panas dan air hangat) tidak dapat bertumbuh. Tidak tumbuhnya biji-biji ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kekecilannya polybag, kurang panasnya
air atau kurang lamanya masa perendaman, kurangnya pemberian nutrisi pada tanah
serta suhu pada lingkungan yang terlalu panas.
V.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan
perendaman dengan menggunakan senyawa kimia seperti larutan H2SO4
pekat dilakukan diluar ruangan praktikum, karena larutan ini sangat berbahaya
bagi praktikan.
Daftar Pustaka
Bouzille, JB,
2009. Plant Production. France.
Dwidjoseputro,
1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan.
Gramedia, Jakarta.
Lakitan, B,
2007. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan.
Grafindo, Jakarta.
Latunra, Andi Ilham, 2012. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Marufiah, 2010. Penyimpanan
dan Dormansi Benih. http://marufiah.blogspot.uns.ac.id. diakses pada
hari Selasa tanggal 16 Oktober 2012. pukul 16.30 WITA.
Purnamasari, 2011. Akhir Masa Dormansi. http://email90.wordpress.com. diakses pada
hari Selasa tanggal 16 Oktober 2012. pukul 16.45 WITA.
Trisnawati, 2011. Dormansi. http://cecissus26.blogspot.com. diakses pada
hari Selasa tanggal 16 Oktober 2012. Pukul 17.00 WITA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar