Rabu, 01 Mei 2013

Dormansi Karena Kulit Biji Yang Keras



LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN

PERCOBAAN  I
DORMANSI KARENA KULIT BIJI YANG KERAS

                    NAMA                                        : OLIVIA DATU PARUNG
                    NIM                                            : H411 11 008
                    HARI/TGL PERCOBAAN     : KAMIS, 11 OKTOBER 2012
                    KELOMPOK                            : 1 (SATU)    
                    ASISTEN                                   : GABY MAULIDA NURDIN
                                                                          ASLIAH









LABORATORIUM BOTANI JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN

I.1        Latar Belakang
  Dormansi dapat didefenisikan sebagai suatu pertumbuhan dan metabolisme yang terpendam, dapat disebabkan oleh lingkungan yang tidak baik atau faktor dari dalam tumbuhan itu sendiri. Seringkali jaringan yang dorman gagal tumbuh meskipun berada dalam kondisi yang ideal (Latunra, 2012). 
Dormansi pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Pertumbuhan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut (Salisbury dan Ross, 1995).
Ada beberapa penyebab dormansi pada biji yaitu eksternal dan internal. Penyebab dormansi secara eksternal yaitu berasal dari lingkungan dari biji sedangkan secara internal yaitu berasal dari biji itu sendiri (Dwijoseputro, 1994).
Faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya dormansi pada benih sangat bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan tentu saja tipe dormansinya, antara lain yaitu: karena temperatur yang sangat rendah di musim dingin, perubahan temperatur yang silih berganti, menipisnya kulit biji, hilangnya kemampuan untuk menghasilkan zat-zat penghambat perkecambahan, adanya kegiatan dari mikroorganisme (Salisbury dan Ross, 1995).
Berdasarkan dari hasil tersebut maka dilakukan percobaan mengenai dormansi karena kulit biji yang keras.

I.2        Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan kali ini adalah untuk mematahkan dormansi pada biji nangka Arthocarpus integra, biji, dengan perlakuan fisik (digosok/diamplas), perlakuan kimia (di rendam padalarutan H2SO4 pekat) serta mekanik (perendaman air panas dan air hangat).

I.3        Waktu dan Tempat Percobaan
            Percobaan mengenai Dormansi karena Kulit Biji yang Keras ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 11 Oktober 2012, pukul 14.15 - 17.00 WITA, bertempat di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar, dan pengamatan dilakukan selama 4 minggu bertempat di halaman Canopy Biologi Universitas Hasanuddin, Makassar.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan. (Lakitan, 2007).
            Dormansi pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan dormansinya. Pertumbuhan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut. Dormansi dapat dipandang sebagai salah satu keuntungan biologis dari benih dalam mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan lingkungannya, baik musim maupun variasi-variasi yang kebetulan terjadi. Sehingga secara tidak langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari kemusnahan alam. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji ataupun keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua kedaan tersebut. Sebagai contoh kulit biji yang impermeabel terhadap air dan gas sering dijumpai pada benih-benih dari famili Leguminosae. (Lakitan, 2007)
            Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori yaitu (Salisbury dan Ross, 1995):
a.       Berdasarkan faktor penyebab dormansi
-          Imposed dormancy (quiscense), yang berarti terhalangnya pertumbuhan katif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan
-      Imnate dormancy  (rest),  dimana dormansi disebabkan oleh keadaan atau
kondisi didalam organ biji itu sendiri
b.      Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji
Mekanisme ini masih terdiri atas:
-      Mekanisme Fisik
Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatanya disebabkan oleh organ biji itu sendiri, terbagi menjadi :
-          Mekanis, embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik
-             Fisik, penyerapan air terganggu karena kulit biji yang bersifat impermeable
-             Kimia, bagian biji atau buah yang mengandung zat kimia penghambat.
-      Mekanisme fisiologis
Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis, terbagi menjadi:
-          Photodormancy, proses fisiologis dalam biji terhambat oleh faktor cahaya
-          Immature embryo, proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang
-          Thermodormancy, terhambat oleh pengaruh suhu
c.       Berdasarkan bentuk dormansi
Berdasarkan bentuk dormansinya terdiri dari:
-       Kulit biji immpermeabel terhadap air (O2)
-          Bagian biji yang immpermeabel, membrane biji, kulit biji, nukleus, perikarp, dan endokarpium
-       Kulit  biji  yang  keras di lapisan  epidermnya  disebabkan oleh pengaruh
genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji inii dapat  dengan stratifikasi mekanisme secara fisik
-              Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi pada membran (misal: cutin, lignin)
-              Bagian biji yang mengatur masuknya air kedalam biji, mikrofil, kulit biji, raphi/hilum , strophiole, mekanisme higroskopismenya diatur oleh hilum
-              Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperature tinggi dan pemberian larutan asam kuat
Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia. Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering Dormansi karena kebutuhan akan afterripening ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan kulit (Salisbury dan Ross, 1995).
Ada pula biji yang membutuhkan suhu rendah, biasa terjadi pada spesies daerah temperate, seperti apel dan Familia Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi (Salisbury dan Ross, 1995)    
Menurut Dwidjosoeputro (1994), cir-ciri biji yang dormansi yaitu:
1.      Jika kulit dikupas, embrio tumbuh
2.      Embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah
3.      Embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
4.      Perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil
5.      Akar keluar pada musim semi, namun epicotyl baru keluar pada musim semi berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin)
Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo (Lakitan, 2007).
Skarifikasi menurut Lakitan (2007) merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam. Upaya ini dapat berupa pemberian perlakuan secara fisis, mekanis, maupun kimia, Hartmann (1997) mengklasifikasikan dormansi atas dasar penyebab dan metode yang dibutuhkan untuk mematahkannya.
Teknik  skarifikasi pada  berbagai jenis  benih harus  disesuaikan dengan
tingkat dormansi fisik. Berbagai teknik untuk mematahkan dormansi fisik antara
lain seperti (Dwidjosoeputro, 1994):
1.      Perlakuan mekanis (skarifikasi)

Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Setiap benih ditangani secara manual, maka dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah radikel tidak rusak. Seluruh permukaan kulit biji dapat dijadikan titik penyerapan air. Pada benih legum, lapisan sel palisade dari kulit biji menyerap air dan proses pelunakan menyebar dari titik ini keseluruh permukan kulit biji dalam beberapa jam. Pada saat yang sama embrio menyerap air. Skarifikasi manual efektif pada seluruh permukaan kulit biji, tetapi daerah microphylar dimana terdapat radicle, harus dihindari. Kerusakan pada daerah ini dapat merusak benih, sedangkan kerusakan pada kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan.
2.   Air Panas
Air panas mematahkan dormansi fisik padaleguminosae melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids. Metode ini paling efektif bila benih direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk mencegah kerusakan pada embrio karena bila perendaman paling lama, panas yang diteruskan kedalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi dapat merusak benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi  tiap jenis. Umumnya  benih  kering yang masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran terhadap perendaman sesaat dalam air mendidih.
3.      Perlakuan kimia
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah.
Larutan asam untuk perlakuan ini adalah asam sulfat pekat (H2SO4), asam ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan pada legum maupun non legum. Tetapi metode ini tidak sesuai untuk benih yang mudah sekali menjadi permiabel, karena asam akan merusak embrio. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan 2 hal, yaitu (Lakitan, 2007):
1.   Kulit biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi
2.     Larutan asam tidak mengenai embrio.
Tabel tipe-tipe dormansi dan pematahannya (Marufiah, 2010) :

Tipe dormansi
Karakteristik
Contoh spesies
Metode pematahan dormansi
Alami
Buatan
Immature embryo
Benih secara fisiologis belum mampu berkecambah, karena embryo belum masak walaupun biji sudah masak
Fraxinus excelcior, Ginkgo biloba, Gnetum gnemon
Pematangan secara alami setelah biji disebarkan
Melanjutkan proses fisiologis pemasakan embryo setelah biji mencapai masa lewat-masak (after-ripening)
Dormansi mekanis
Perkembangan embryo secara fisis terhambat karena adanya kulit biji/buah yang keras
Pterocarpus, Terminalia sp, Melia volkensii
Dekomposisi bertahap pada struktur yang keras
Peretakan mekanis
Dormansi fisis
Imbibisi/penyerapan air terhalang oleh lapisan kulit biji/buah yang impermeable
Beberapa Legum & Myrtaceae
Fluktuasi suhu
Skarifikasi mekanis, pemberian air panas atau bahan kimia
Dormansi chemis
Buah atau biji mengandung zat penghambat (chemical inhibitory compound) yang menghambat perkecambahan
Buah fleshy (berdaging)
Pencucian (leaching) oleh air, dekomposisi bertahap pada jaringan buah
Menghilangkan jaringan buah dan mencuci bijinya dengan air
Foto
dormansi
Biji gagal berkecambah tanpa adanya pencahayaan yang cukup. Dipengaruhi oleh mekanisme biokimia fitokrom
Sebagian besar spesies temperate, tumbuhan pioneer tropika humida seperti eucalyptus dan Spathodea
Pencahayaan
Pencahayaan
Thermo
dormansi
Perkecambahan rendah tanpa adanya perlakuan dengan suhu tertentu
Sebagian besar spesies temperate, tumbuhan pioneer daerah tropis-subtropis kering, tumbuhan pioneer tropika humida
Penempatan pada suhu rendah di musim dingin
Pembakaran
Pemberian suhu yang berfluktuasi
Stratifikasi atau pemberian perlakuan suhu rendah
Pemberian suhu tinggi
Pemberian suhu berfluktuasi

Dormansi biji merupakan keadaan dimana biji tidak dapat berkecambah meskipun kondisi untuk berkecambah telah memadai. Hal ini biasanya terjadi karena hal – hal berikut (Purnamasari, 2011):
1.      Adanya pelapis biji yang sulit ditembus air
Biji  memiliki  pelapis – pelapis  berupa perikarp, testa,  perisperma  dan..endosperma. Pelapis – pelapis tersebutlah yang mengakibatkan terhalangnya pertukaran oksigen dan penyerapan air. Selain itu, adanya pelapis – pelapis tersebut juga menyebabkan kegagalan dalam memobilisasi cadangan makanan dari endosperma/ perisperma.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVMDnioboQS9bnyp_pyEQ_ncVXdRMbv_UD-y8jEyAQZY2FNehedGtF-fgQNO4Aq9nSlEi1NgjdnnTaJrK-NIuXY4R-f4GyhykQTETG49cZri3f1dITRIqOIXg-JMbKWebUBBl32FgZNDoD/s200/Picture2.gif







Gambar 1: Biji utuh

Testa merupakan lapisan yang impermeabel terhadap air jika baru dialiri air, oleh karena itu dormansi di tanah dapat dipertahankan sampai lapisan tersebut dirusak oleh organisme – organisme mikro tanah. Ada pula pada beberapa spesies, air dan oksigen tidak dapat masuk kedalam biji karena terhalang oleh gabus (sumpal strofiolar). Terhalangnya air dan oksigen kedalam biji dapat diatasi dengan goncangan dan skarifikasi (penggoresan) Jadi, biji digoncang – goncangkan sampai  sumpal strofiolar lepas, selanjutnya air dan oksigen dapat menembus biji dan biji dapat mulai berkecambah. Skarifikasi (penggoresan) dilakukan dengan pisau, kikir, dan kertas amplas, sedangkan di alam skarifikasi terjadi akibat kerja mikroba, pada saat biji melewati pencernaan burung atau hewan lain, terpajan suhu yang tidak menentu, serta terbawa oleh air melintasi pasir dan batu cadas.
2.      Belum dewasanya embrio
Pada beberapa biji, tidak terjadinya perkecambahan disebabkan karena embrio
belum sempurna pertumbuhannya atau belum matang. Biji – biji tersebut memerlukan jangka waktu tertentu agar dapat berkecambah. Biji – biji ini biasanya ditempatkan pada temperatur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrio terbentuk sempurna dan dapat berkecambah.
3.      Adanya senyawa – senyawa penghambat osmotik dan kimia
Potensial air yang terlalu negatif menyebabkan biji mengalami dormansi. Adapun senyawa – senyawa kimia yang menghambat perkecambahan dan menyebabkan dormansi diantaranya adalah kompleks pelepas sianida, senyawa pelepas ammonia, lakton tak jenuh, aldehid, minyak esensial, alkaloid, dan senyawa fenol. Selain senyawa – senyawa tersebut, adapula hormon yang berperan dalam dormansi biji yaitu ABA. ABA eksogen menjadi penghambat yang kuat bagi perkecambahan biji, dimana hormon ini akan memperlambat pemanjangan radikula. ABA memang menyebabkan dormansi pada beberapa spesies, namun tidak pada spesies – spesies tertentu. Pada tumbuhan gurun, masa berakhirnya dormansi terjadi ketika hujan lebat melunturkan ABA dari biji. Adapun hormon yang berperan dalam mengatasi dormansi biji adalah giberelin. Hormon ini akan mendorong pemanjangan sel sehingga radilkula dapat menembus endosperm, kulit biji, atau kulit buah yang membatasi pertumbuhannya.
Gambar di bawah menunjukkan interaksi antar beberapa hormon dalam dormansi pada biji dan pengontrolan perkecambahan. Perkecambahan pada biji ada 2 tahap yaitu pemecahan testa dan pemecahan endosperm. Pada gambar A tampak bahwa pemberian cahaya dan GA dapat meyebabkan testa pecah. Hormon GA, etilen brassinosteroids (BR) membantu pemecahan endosperm dan menetralkan efek ABA yang bersifat mencegah terjadinya perkecambahan, dimana hormon ABA menghalangi pemecahan endosperm. Pada gambar B, tampak bahwa pecahnya testa menyebabkan pemanjangan calon akar (radicle). Pada peristiwa ini, ABA tidak menghambat pemecahan testa, tetapi menghalangi pertumbuhan calon akar berikutnya (Purnamasari, 2011).




https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEje0TF_ltNxxOB218AvEojaLmhffCYuS-RSy21jDG_vxjeuifx4w0t8wzocGfz7NmBkBnBNp-QbVHjWlcl0agDHLMpA_xXvq6RuA9Gsc1eEr15Nch04JAhwE8CmzBIGhjrMfSySPBjzPB2M/s400/Picture1.gif






Gambar 2: Interaksi antar hormon selama dormansibiji dan pengontroloan perkecambahan. (A) Nicotiana sp. (B) Brassica napus

Dormansi kuncup terjadi sebelum munculnya perubahan warna dan mengeringnya daun pada musim gugur. Pada saat musim panas, kuncup – kuncup ini akan berhenti tumbuh dan kemudian muncul kembali ketika musim dingin. Daun – daun akan tetap berwarna hijau dan melakukan fotosintesis sampai awal musim gugur, dimana nantinya daun akan mengering akibat respons terhadap siang hari yang pendek, cerah dan dingin. Adanya perlakuan hari pendek menyebabkan terjadinya pembentukan kuncup dorman dan penghambatan pemanjangan ruas serta pembesaran daun, contohnya pada mapel merah Acer rubrum dan cemara Norwegia Picea abies (Purnamasari, 2011).
Sama seperti halnya dormansi biji, kurangnya air pada kuncup juga mempercepat dormansi. Pengaruh morfologi terhadap dormansi juga mengambil peranan yang penting, dimana pada kuncup dorman umumnya terdapat sisik kuncup. Sisik kuncup ini merupakan ruas yang sangat pendek dengan daun yang berubah. Sisik ini berperan dalam mencegah kekeringan dan membatasi pergerakan oksigen ke jaringan meristem yang ada di bawahnya (Purnamasari, 2011).
Dormansi kuncup dari tumbuhan berkayu memiliki sejumlah primordial daun yang tidak membesar dan perkembangan selanjutnya dihentikan oleh awal dormansi. Promordia daun dapat dikelilingi oleh sisik tunas dengan stipula yang berubah (seperti pada Fagus) atau daun yang berubah (seperti pada Acer) (Purnamasari, 2011).
Hormon ABA berperan dalam menginduksi dormansi. Awalnya hormon ini disintesis di daun kemudian dipindahkan ke pucuk untuk menginduksi dormansi. ABA akan berperan secara langsung dalam memperlambat dan menghentikan pertumbuhan serta perkembangan sisik kuncup (Purnamasari, 2011).
Auksin banyak digunakan dalam kerja mikropropagasi dan bekerja sama dengan medium makanan (nutrien) untuk memelihara pertumbuhan kalus, suspensi sel atau organ (seperti meristem, tunas dan ujung akar) dan mengatur morfogenesis. Adanya dominasi apikal menyebabkan tanaman dapat tumbuh lebih tinggi dan meningkatkan eksposur tanaman terhadap cahaya matahari. Produksi auksin oleh tunas apikal berdifusi ke arah bawah tumbuhan dan menghambat pertumbuhan tunas lateral. Pemotongan tunas apikal beserta hormonnya dapat menyebabkan tunas lateral dorman yang terletak di bawah untuk mulai tumbuh. Ketika tunas apikal dihilangkan, sumber auksin hilang. Konsentrasi auksin yang jauh lebih rendah menyebabkan tunas lateral terpacu untuk tumbuh. Tunas lateral akan lebih sensitive terhadap auksin daripada tunas apikal. Selanjutnya tunas yang berada diantara ketiak daun dan batang menghasilkan percabangan baru yang akan berkompetisi untuk menjadi titik tumbuh (Purnamasari, 2011).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiIJCE8YF5t0LmrGh-nijJfKr_feeMV55kSsdOWIhTSkUMUs96wmNSzjqp2neYd9QVLv9defAjXjDX_ajlMp60i0jDc4INR_60akq-AMzI_jNjdQxEkJPCAsh3cOq2nZTFd0RfAFkg7EW4Q/s320/Picture3.jpg












Gambar 3: Dormansi tunas apikal
Sumber : http://cecisuss26.blogspot.com

            Dormansi ternyata menyebabkan aktifitas metabolik menjadi rendah, seperti halnya proses respirasi. Adanya defisiensi oksigen yang dialami oleh biji dan tunas terutama ditemperatur yang tinggi akan menyebabkan oksidasi koenzim asetil A menjadi terbatas. Akibatnya senyawa tersebut dan perantara – perantara glikolitik yang lain dialihkan ke proses yang lainnya, terutama kepada pembentukan asam – asam lemak dan lipid. Di lain pihak, peneliti – peneliti bernama Bradbeer dan Colmack mengemukakan bahwa siklus asam trikarboksilat
(TCA), jalan lalu  glikolitik dan jalan lalu  pentos  posfat  semuanya aktif di dalam
biji yang dorman (Purnamasari, 2011).
Pada saat biji atau kuncup mengalami dormansi, proses imbibisi air menjadi terhambat. Terhambatnya proses ini tentu menyebabkan proses metabolisme cadangan makanan dan mobilisasi cadangan makanan menjadi terhambat. Tentu hal ini juga akan menghambat proses respirasi karena pada dasarnya respirasi memerlukan glukosa untuk di ubah menjadi energy (Purnamasari, 2011).
Tumbuhan yang mengalami dormansi tidak melakukan fotosintesis. Ketika menjelang musim dingin misalnya tumbuh – tumbuhan akan menggugurkan daunnya. Kemudian tumbuh – tumbuhan tersebut akan membentuk kuncup – kuncup. Oleh karena itu pada saat tumbuhan mengalami dormansi di musim dingin tumbuhan tidak melakukan fotosintesis. Adapun makanan yang digunakan selama fase tidur ini berasal dari cadangan makanan yang tersimpan dalam tubuh tumbuhan (Purnamasari, 2011).
Menurut Bouzille (2009), bukti lebih lanjut untuk efek positif stratifikasi dingin pada perkecambahan Carex datang dari percobaan penanaman. Musim perubahan dormansi telah diselidiki dalam percobaan penanaman, dimana benih  yang ditanam di lapangan Batch akan tumbuh (keluar dari dormansinya) diakhir musim gugur atau masuk musim dingin dan memasuki dormansi musim semi atau awal musim panas. Proses ini merupakan mekanisme alamiah perkecambahan diakhir musim semi.
Dormansi primer dapat menjadi mekanisme penting yang memengaruhi waktu perkecambahan, karena dapat meningkatkan kemungkinan bahwa perkecambahan bertepatan dengan keuntungan untuk kelangsungan hidup bibit. Suhu dan salinitas juga memiliki efek yang berbeda pada perkecambahan benih (Bouzille, 2009).


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1     Hasil
            Tabel Pengamatan
No
Perlakuan
Tinggi Tanaman … (cm) Pada Minggu ke-…
I
II
III
IV
1
Secara fisik (dikikir)
-
-
-
-
2
Secara mekanik (perendaman air panas
-
-
-
-
3
Secara mekanik (perendaman air hangat)
-
-
-
-
4
Secara kimiawi (perendaman larutan H2SO4
-
-
-
-

IV.2     Pembahasan
            Percobaan dormansi karena kulit biji yang keras ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian perilaku mekanik, fisik dan kimia terhadap pematahan dormansi biji nangka Arthocarpus integra. Biji-biji nangka Arthocarpus integra  yang berjumlah 20 biji dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok I, kulit biji-biji tersebut dikikis sebagian kulitnya pada area yang tidak ada lembaganya menggunakan amplas. Kemudian direndam dalam air selama 10 menit. Kelompok II dengan merendam biji-biji tersebut ke dalam air panas selama 10 menit. Kelompok III dengan merendam biji-biji tersebut ke air dingin selama 10 menit. Kelompok IV, biji-biji tersebut direndam dalam larutan H2SO4 (asam sulfat pekat) selama 10 menit dan kemudian dibilas dengan air. Kelompok terakhir tidak diberikan perlakuan karena sebagai pengontrol. Setelah semua biji diberi perlakuan, kemudian di tanam dalam polybag yang telah berisi tanah. Setiap biji yang diberi perlakuan sama di tanam dalam satu polybag yang sama pula.
            Pada minggu pertama pengamatan, biji-biji tersebut belum menunjukkan adanya pertumbuhan. Begitu pula dengan minggu-minggu selanjutnya, sampai pada minggu keempat.
            Tidak tumbuhnya biji tersebut dimungkinkan oleh beberapa faktor. Faktor yang pertama yaitu kekecilannya polybag yang dipakai karena biji nangka Atrhocarpus integra yang terlalu besar sehingga tidak ada tempat yang begitu luas untuk tumbuh dan juga mungkin adanya perebutan zat hara antara biji-biji tersebut. Faktor kedua yaitu kurang panasnya air atau kurang lamanya masa perendaman (air panas, air dingin dan larutan H2SO4), sehingga kulit pada biji belum terlalu lunak untuk dapat ditembus oleh air.  Faktor ketiga yaitu kurangnya pemberian nutrisi pada tanah tersebut, sehingga biji tidak dapat melakukan pertumbuhan. Faktor yang terakhir yaitu suhu pada lingkungan yang terlalu panas, karena suhu yang panas dapat merusak embrio di dalam biji tersebut.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1      Kesimpulan
            Berdasarkan hasil pengamatan selama kurang lebih 4 minggu dapat disimpulkan bahwa semua biji-biji nangka Arthocarpus integra yang telah diberi perlakuan fisik (digosok/diamplas), perlakuan kimia (direndam pada larutan H2SO4 pekat) serta mekanik (perendaman pada air panas dan air hangat) tidak dapat bertumbuh. Tidak tumbuhnya biji-biji ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kekecilannya polybag, kurang panasnya air atau kurang lamanya masa perendaman, kurangnya pemberian nutrisi pada tanah serta suhu pada lingkungan yang terlalu panas.

V.2      Saran
            Sebaiknya dalam melakukan perendaman dengan menggunakan senyawa kimia seperti larutan H2SO4 pekat dilakukan diluar ruangan praktikum, karena larutan ini sangat berbahaya bagi praktikan.


Daftar Pustaka

Bouzille, JB, 2009. Plant Production. France.
Dwidjoseputro, 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia, Jakarta.
Lakitan, B, 2007. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Grafindo, Jakarta.
Latunra, Andi Ilham, 2012. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Marufiah, 2010. Penyimpanan dan Dormansi Benih. http://marufiah.blogspot.uns.ac.id. diakses pada hari Selasa tanggal 16 Oktober 2012. pukul 16.30 WITA.

Purnamasari, 2011. Akhir Masa Dormansi. http://email90.wordpress.com. diakses pada hari Selasa tanggal 16 Oktober 2012. pukul 16.45 WITA.

Trisnawati, 2011. Dormansi. http://cecissus26.blogspot.com. diakses pada hari Selasa tanggal 16 Oktober 2012. Pukul 17.00 WITA.


 

           
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar