LAPORAN
PRAKTIKUM
FISIOLOGI
TUMBUHAN
PERCOBAAN V
AKTIVITAS
ENZIM AMILASE
NAMA
: OLIVIA DATU PARUNG
NIM
: H411 11 008
HARI/TGL PERCOBAAN :
SELASA, 20 NOVEMBER 2012
KELOMPOK :
1 (SATU)
ASISTEN :
GABY MAULIDA NURDIN
ASLIAH

LABORATORIUM
BOTANI JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Reaksi
kimia tetap berlangsung tanpa enzim. Namun, reaksi tersebut berjalan lambat.
Berbagai reaksi kimia metabolis di dalam tubuh organisme dapat berlangsung
dengan cepat karena sel organisme tersebut menghasilkan enzim. Misalnya saja
kita yang dapat menyimpan larutan glukosa dalam jangka waktu tak terbatas bila
disimpan di dalam botol yang terjaga kondisinya dan tidak tercemar oleh jamur
atau bakteri. Larutan glukosa tersebut akan terurai bila berada di dalam
sitoplasma sel. Reaksi kimia di dalam sel dilakukan oleh enzim yang termasuk ke
dalam golongan katalis (Hedy, 1990).
Menurut
Hedy (1990), katalis adalah zat yang mempercepat reaksi dengan energi aktivasi
tanpa mengubah hasil akhir (produk). Enzim tidak ikut serta dalam pengubahan
suatu zat (reaksi), tetapi zat tersebut sibuat berulang kali untuk mempercepat
reaksi. Enzim adalah katalis protein yang dihasilkan oleh sel. Zat tersebut
mengatur kecepatan dan kekhususan ribuan reaksi kimia yang berlangsung di dalam
sel.
Enzim
bekerja pada perangkat substrat (reaktan) dan mengubahnya menjadi suatu
perangkat hasil (produk). Daerah pada enzim yang mengikat suatu substrat adalah
sisi aktif (tempat aktif). Tingkat kekhhususan yang tinggi memungkinkan sel
mengendalikan reaksi-reaksi metabolisme dengan mengatur bentuk dan jumlah enzim
yang dihasilkan (Hedy, 1990).
Enzim (eksoenzim) yang berperan dalam merubah
karbohidrat komplek adalah karbohidrase, amilase, selulase. Pati merupakan
substansi yang terlebih dahulu harus diubah menjadi molekul lebih sederhana
agar dapat diserap oleh sel. Mikroorganisme memproduksi enzim untuk memecah
substansi di dalam sel, salah satunya adalah amilase (Mahbub, 2011).
Amilase sendiri merupakan enzim yang paling
penting dan keberadaanya paling besar, pada bidang bioteknologi, enzim ini
diperjual belikan sebanyak 25% dari total enzim yang lainya. Amilase didapatkan
dari berbagai macam sumber, seperti tanaman, hewan dan mikroorganisme (Mahbub,
2011).
Dan untuk lebih mengetahui dan memahami kerja suatu enzim amilase,
maka percobaan ini dilakukan.
I.2 Tujuan
percobaan
Tujuan diadakannya percobaan ini adalah untuk
melihat pengaruh pemberian enzim amilase terhadap larutan pati yang terdapat
dalam kentang Solanum tuberosum.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan pada hari Selasa,
tanggal 20 November 2012, pukul 14.00 - 17.00 WITA di Laboratorium Botani
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Hasanuddin Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Air liur atau
saliva sebagian besar diproduksi oleh tiga kelenjar utama yakni kelenjar
parotis, kelenjar sublingual dan kelenjar submandibula. Volume air liur yang
diproduksi bervariasi yaitu 0,5 – 1,5 liter setiap hari tergantung pada tingkat
perangsangannya. Mengutip Guyton & Hall dalam Textbook of Medical
Physiology, air liur atau saliva mengandung dua tipe pengeluaran atau sekresi
cairan yang utama yakni sekresi serus yang mengandung ptyalin (suatu alfa
amylase) yang merupakan enzim untuk mencernakan karbohidrat dan sekresi mucus
yang mengandung musin untuk tujuan pelumasan atau perlindungan permukaan yang
sebagian besar dihasilkan oleh kelenjar parotis. Cairan tipe mucus itu
disekresikan atau dikeluarkan setiap detik sepanjang waktu kecuali saat tidur
yang produksinya lebih sedikit
(Poedjiati,
1994).
Menurut Poedjiati (1994), dalam hal
pencernaan, air liur berperan dalam membantu pencernaan karbohidrat.
Karbohidrat atau tepung sudah mulai dipecah sebaagian kecil dalam mulut oleh
enzim ptyalin. Enzim dalam air liur itu memecah tepung (amylum) menjadi
disakarida maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya. Misalnya, saat Anda
mengunyah nasi yang terasa tawar lama-kelamaan akan terasa manis akibat
pecahnya zat tepung menjadi maltosa yang rasanya manis.
Selain dalam
pencernaan air liur juga berperan dalam kebersihan mulut. Sekresi saliva
terutama tipe mucus penting dalam mempertahankan kesehatan jaringan rongga
mulut. Rongga mulut berisi bakteri atau kuman patogen (merugikan) yang dengan
mudah merusak jaringan dan menimbulkan karies gigi (gigi berlubang). Air liur
juga mencegah kerusakan dengan beberapa cara. Pertama, aliran air liur itu
sendiri membantu membuang bakteri atau kuman patogen juga pertikel makanan yang
memberi dukungan nutrisi metabolik bagi bakteri itu sendiri. Kedua, air liur
mengandung beberapa faktor yang menghancurkan bakteri salah satunya adalah ion
tiosianat dan beberapa cairan proteolitik terutama lisosim yang menghancurkan
bakteri,membantu ion tiosianat membunuh bakteri,mencerna partikel makanan dan
air liur mengandung antibody protein yang menghancurkan bakteri (Poedjiati,
1994).
Dalam mempelajari mengenai enzim, dikenal
beberapa istilah diantaranya holoenzim, apoenzim, kofaktor, gugus prostetik,
koenzim, dan substrat. Apoenzim adalah suatu enzim yang seluruhnya terdiri dari
protein, sedangkan holoenzim adalah enzim yang mengandung gugus protein dan
gugus non protein. Gugus yang bukan protein tadi dikenal dengan istilah
kofaktor. Pada kofaktor ada yang terikat kuat pada protein dan sukar terurai
dalam larutan yang disebut gugus prostetik dan adapula yang tidak terikat kuat
pada protein sehingga mudah terurai yang disebut koenzim. Baik gugus prostetik
maupun koenzim, keduanya merupakan bagian yang memungkinkan enzim bekerja pada
substrat. Substrat merupakan zat-zat yang diubah atau direaksikan oleh enzim (Dwidjoseputro, 1992).
Enzim meningkatkan laju sehingga terbentuk
kesetimbangan kimia antara produk dan pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan,
istilah pereaksi dan produk tidaklah pasti dan bergantung pada pandangan kita.
Dalam keadaan fisiologi yang normal, suatu enzim tidak mempengaruhi jumlah
produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim. Jadi, jika
keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim tidak
dapat mengubahnya (Salisbury dan Ross, 1995).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi
enzim diantaranya adalah (Dwidjoseputro, 1992) :
a. Suhu
Oleh karena reaksi kimia
itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan katalis enzim dapat
dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein maka
kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktig enzim akan
terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
b. pH
Umumnya enzim
efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5-8.0.
Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif
secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.
c. konsentrasi
enzim
Seperti pada katalis
lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi
enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan
reaksibertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
d.
Konsentrasi substrat
Hasil eksperimen
menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepat reaksi.
Akan tetapi, jika pada batas tertentu
tidak terjadi
kecepatan reaksi,
walaupn konsenrasi substrat diperbesar.
e.
Zat-zat penghambat
Hambatan atau inhibisi
suatu reaksi akan berpengaruh terhadap penggabungan substrat pada bagian aktif
yang mengalami hambatan.
Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu perubahan tertentu. Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan oleh emulsin, rafinosa tersebut akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa.
Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu perubahan tertentu. Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan oleh emulsin, rafinosa tersebut akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa.

Gambar 1: Cara kerja
enzim amylase
Sumber: http://mrwandi.blogspot.com
Menurut Salisbury dan Ross (1992) amilase
merupakan enzim yang paling penting dan keberadaanya paling besar, pada bidang
bioteknologi, enzim ini diperjual belikan sebanyak 25% dari total enzim yang
lainya. Amilase didapatkan dari berbagai macam sumber, seperti tanaman, hewan
dan mikroorganisme. Amilase yang berasal dari mikroorganisme banyak digunakan
dalam industri, hal ini dikarenakan mikroorganisme periode pertumbuhanya
pendek. Amilase pertama kali yang diproduksi adalah amilase yang berasal dari
fungi pada tahun 1894.
Produksi enzim amilase dapat menggunakan
berbagai sumber karbon. Contoh-contoh sumber karbon yang murah adalah sekam,
molase, tepung jagung, jagung, limbah tapioka dan sebagainya. Jika digunakan
limbah sebagai substrat, maka limbah tadi dapat diperkaya nutrisinya untuk mengoptimalkan
produksi enzim. Sumber karbon yang dapat digunakan sebagai suplemen antara
laian: pati, sukrosa, laktosa, maltosa, dekstyrosa, fruktosa, dan glukosa.
Sumber nitrogen sebagai suplemen antara lain: pepton, tripton, ekstrak daging,
ekstrak khamir, amonium sulfat, tepung kedelai, urea dan natrium nitrat
(Salisbury dan Ross, 1992).
Menurut
Hedy (1990) protein sebagai salah satu kelompok makromolekul adalah katalis
yang sangat efektif untuk banyak reaksi kimia yang beragam karena kemampuan
mereka untuk terikat secara spesifik pada banyak molekul. Dengan memanfaatkan
gaya intermolekular, enzim membawa substrat pada orientasi optimal yang mana
hal ini merupakan tahap stabilisasi keadaan transisi, yang merupakan bagian
dengan tingkat energi yang paling tinggi dalam suatu reaksi kimia.
Melalui
stabilisasi keadaan transisi secara selektif, enzim menentukan satu dari
beberapa reaksi kimia yang mungkin berlangsung.
Spesifisitas enzim berkaitan dengan interaksi yang tepat dari substrat
dengan enzim, ini merupakan hasil dari struktur tiga dimensi dari protein enzim
yang berbelit-belit. Aktivitas katalitik
enzim bergantung juga pada kehadiran molekul-molekul kecil yang disebut sebagai
kofaktor. Bila kofaktornya berupa
molekul organik, maka secara khusus disebut sebagai koenzim (Hedy, 1990).
Dalam setiap reaksi kimia, terdapat
tahapan-tahapan tertentu yang harus dilewati oleh suatu molekul hingga ia
berubah menjadi produk. Mulai dari tahap
awal, di mana ia belum berubah, kemudian ada satu tahap di mana seluruh bagian
atau fraksi molekul tersebut berada dalam keadaan energi paling tinggi dan
tahap di mana zat awal telah berubah menjadi produk. (Hedy, 1990).

Gambar 2: Tempat terbentuknya enzim amylase
Sumber: http://amihola.blogspot.com
Suatu reaksi kimia, dimungkinkan untuk terjadi bila
reaktannya mengandung energy dalam yang
mampu membawa semua fraksi molekul reaktan untuk melewati batasan energi
sehingga semua bagian molekulnya bisa berada pada keadaan transisi. Pada tahap ini, molekul mempunyai peluang
yang sama apakah ia akan berubah menjadi produk atau kembali lagi membentuk
reaktan. Kecepatan reaksi tergantung
pada banyaknya fraksi molekul yang berada pada keadaan transisi ini. Semakin banyak, semakin cepat reaksi
terjadi. Untuk mencapai hal ini, dapat
dilakukan antara lain dengan menaikkan temperatur reaksi sehingga energi
kinetik molekul-molekul pereaksi meningkat dan semakin banyak yang dapat
melewati batasan energi keadaan transisi.
Cara lain yaitu dengan menggunakan katalis yang akan menurunkan energi
aktivasi sehingga semakin banyak molekul yang dapat mencapai keadaan transisi
(Poedjiati, 1994).
Enzim mempercepat reaksi dengan memfasilitasi pembentukan
keadaan transisi, tanpa mengubah energi bebas reaksi, dan karenanya keadaan
energi bebas produk dan substrat adalah sama.
Energi bebas untuk pencapaian keadaan transisi tidak ikut dihitung dalam
penentuan energi bebas reaksi, karena energi bebas saat keadaan transisi atau
energi aktivasi yang diperlukan, akan diperoleh kembali saat keadaan transisi
berubah menjadi produk. Alhasil, energi bebas produk dan substrat atau reaktan
adalah tetap, sedangkan laju reaksi dapat meningkat. Enzim mempercepat reaksi
dengan mengurangi energi aktivasi.
Kombinasi enzim-substrat menghasilkan suatu jalur reaksi yang energi
transisinya lebih rendah daripada yang dimiliki oleh reaksi yang tanpa
dikatalisis. Esensi dari katalisis
adalah pengikatan yang khusus pada keadaan transisi. (Poedjati, 1994).
Menurut
Mahbub (2011) konsentrasi substrat mempengaruhi dengan nyata kecepatan reaksi
yang dikatalisis oleh enzim. Pada
konsentrasi substrat yang amat rendah, kecepatan maksimum amat rendah, tetapi,
kecepatan ini akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi substrat. Peningkatan laju reaksi akan semakin kecil
seiring dengan terus bertambahnya konsentrasi substrat, hingga akhirnya akan
dicapai suatu suatu titik batas, dan setelah titik ini dilampaui, kecepatan
reaksi hanya akan meningkat sedemikian kecil dengan bertambahnya konsentrasi
substrat. Bagaimanapun tingginya
konsentrasi substrat setelah titik ini dicapai, kecepatan reaksi akan mendekati
tetapi tidak pernah mencapai garis maksimum.
Pada batas ini, yang disebut kecepatan maksimum (Vmaks),
enzim menjadi jenuh oleh substratnya, dan tidak dapat berfungsi lebih cepat.
Pengaruh
kejenuhan ini diperlihatkan oleh hampir semua enzim. Selanjutnya, dari pengamatan akan hal ini,
diperolehlah suatu teori umum mengenai kerja enzim, bahwa : enzim E
pertama-tama bergabung dengan substratnya S dalam reaksi dapat balik, membentuk
kompleks enzim-substrat ES. Reaksi ini
berlangsung relative cepat. Kompleks ES
lalu terurai dalam reaksi dapat balik kedua, yang lebih lambat, menghasilkan
produk P, dan enzim bebas E. Reaksi
kedua merupakan tahap yang membatasi kecepatan.
Kecepatan reaksi katalitik menjadi maksimum jika semua enzim terdapat
sebagai ES dan konsentrasi enzim bebas menjadi sangat kecil. Keadaan ini tercapai pada konsentrasi
substrat tinggi. Jika konsentrasi S
ditingkatkan maka, dapat dikatakan bahwa semua enzim bebas E berubah ke bentuk
ES. Pada reaksi yang kedua dalam siklus
katalitik, kompleks ES terus-menerus, dan dengan cepat terurai menjadi P dan
enzim bebas E. Tetapi, bila konsentrasi
substrat S cukup tinggi, enzim bebas E akan segera berikatan dengan molekul S
yang lain. Pada keadaan ini tercapai
suatu keadaan kesetimbangan dengan enzim yang senantiasa jenuh oleh substratnya
dan tercapai kecepatan maksimum.
Michaelis-Menten menurunkan suatu persamaan yang menghubungkan laju awal
dengan konsentrasi substrat (Mahbub, 2011).
Dalam persamaan ini, vo adalah kecepatan awal
pada konsentrasi substrat [S], Vmaks adalah kecepatan maksimum dan KM
adalah tetapan Michaelis-Menten enzim bagi substrat tertentu. KM bersifat khas bagi enzim
tertentu, dengan substrat spesifik pada kondisi pH dan suhu tertentu (Mahbub,
2011).
Enzim
amilase merupakan enzim yang menguraikan pati.
Enzim ini terdistribusi secara luas pada mikroba, tumbuhan dan
hewan. Mereka bertindak dengan
menghidrolisis ikatan di antara unit-unit glukosa yang berikatan menghasilkan
produk yang khas dengan enzim tertentu yang terlibat (Kimball, 1991).
Dalam bukunya, Kimball
(1991) menuliskan bahwa amilase merupakan enzim yang banyak dipelajari dan diaplikasikan
pada berbagai keperluan industri bioteknologi.
Enzim ini diperjualbelikan sebanyak 25% dari total enzim yang
lainnya. Sumber enzim amylase didapatkan
dari berbagai organisme termasuk tanaman, hewan dan mikroorganisme.
Amilase mencerna karbohidrat (polisakarida) menjadi disakarida
yang lebih sederhana, bahkan mengkonversi mereka menjadi monosakarida seperti
glukosa. Orang – orang yang tidak dapat
mencerna lemak, seringkali mengkonsumsi gula dan karbohidrat untuk mengatasi
kekurangan lemak dalam makanan mereka.
Amilase tidak hanya mencerna karbohidrat, tetapi juga mencerna sel darah
putih yang mati (pus). Amilase juga
terlibat dalam reaksi antiinflamasi seperti yang disebabkan oleh pelepasan
histamine dan zat-zat lain yang serupa.
Respon inflamasi biasanya terjadi pada organ yang berhubungan dengan
lingkungan luar (Kimball, 1991).
Terdapat
beberapa macam enzim amylase, enzim
α-amilase bertindak pada lokasi yang acak di sepanjang rantai polisakarida,
memecah rantai panjang karbohidrat, terutama menghasilkan maltotriosa dan
maltosa dari amilosa atau maltose.
Karena dia dapat bertindak di mana pun pada substrat, α-amilase
cenderung bertindak lebih cepat dibanding β-amilase. Pada manusia, baik saliva maupun amylase dari
kelenjar pankreas adalah α-amilase.
Enzim ini bekerja optimal pada pH 6,7-7.
Selain α-amilase, ada juga β-amilase.
Enzim ini bekerja pada ujung non pereduksi. Selama proses pematangan buah, enzim ini
memecah pati menjadi maltose,
manghasilkan rasa manis pada buah yang matang.
Enzi mini bekerja pada pH optimum 4-5.
Jenis lainnya dari enzim amylase adalah γ-amilase. Enzim amylase jenis ini, tidak seperti enzim
amylase yang lain, memiliki pH optimum 3 (Mahbub, 2011).

Gambar 3: Struktur
enzim amylase
Sumber: http://amihola.blogspot.com
Adanya
beberapa enzim yang dapat diujikan secara langsung karena diperlukan
konsentrasi yang sangat rendah untuk mengkatalisis suatu bagian dari
reaksi. Oleh karena itu, adanya enzim
dapat digambarkan dengan hilangnya substrat atau terbentuknya produk-produk
reaksi. Enzim diinkubasi dengan substrat
pada kondisi yang sesuai, sehingga sampel akan terurai pada interval waktu
tertentu dan kemudian dianalisis (Naters, dkk., 2004)
Penggunaan biomakers saliva
telah mendapatkan popularitas meningkat
selama dekade terakhir dalam penelitian
psikologis dan biomedis. sedangkan pengukuran kortisol
bebas dalam air liur telah terbukti berguna untuk
menilai fungsi dan reaktivitas
dari hipofisis adrenal
hipotalamus (HPA), sebuah penanda yang cocok dari kegiatan meduler
sympathoadrenal dalam air liur belum belum ditemukan
(Naters, dkk., 2004).
BAB
III
METODE
PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat
yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, gegep, pengaduk, bunsen
spiritus, stopwatch, pipet tetes, pisau, spiritus, tissue dan korek api.
III.2 Bahan
Bahan
yang digunakan pada percobaan ini adalah amilum kentang Solanum tuberosum, larutan
Mb (Metilen blue), air dan saliva 2 ml.
III.3 Prosedur
percobaan
Prosedur
kerja percobaan ini adalah :
1.
Menyiapkan saliva ke dalam 4 buah tabung
reaksi masing-masing sebanyak 2 ml.
2.
Memanaskan tabung I dan II pada bunsen
sebelum dimasukkan saliva 2 ml dan tabung III dan IV didiamkan pada suhu kamar.
3. Pada
kedua tabung, memasukkan 2 ml
larutan pati/starch kentang Solanum
tuberosum, kemudian homogenkan.
4. Meneteskan
masing-masing larutan campuran antara saliva dan larutan pati kemudian
meneteskan larutan Mb sebanyak 3 tetes kemudian mengaduk campuran tersebut.
5. Mengamati
perubahan warna yang terjadi, dimana melakukan perhitungan waktu menggunakan
stopwatch pada 2 menit pertama, 2 menit kedua dan seterusnya hingga 10 menit.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
Waktu
|
Warna larutan
|
|
Dipanaskan
|
Tidak dipanaskan
|
|
2
4
6
8
10
|
++
++
+++
+++
+++
|
+++
+++
+++
+++
+++
|
Keterangan :
+ : Bening
++ : Biru Muda
+++ : Biru Tua
IV.2
Pembahasan
Percobaan
mengenai aktivitas enzim amilase ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh enzim amilase
terhadap larutan pati/starch
yang terdapat pada kentang Solanum
tuberosum. Fungsi enzim amilase untuk mengubah amilum
enzim amilase
merupakan enzim yang berperan dalam mengubah amilum yang tergolong polisakarida
menjadi maltosa yang tergolong oligosakarida kemudian nantinya akan diubah
menjadi monosakarida.
Percobaan ini menggunakan saliva
sebagai salah satu bahan percobaan karena saliva mengandung enzim amilase.
Disamping amilase, disediakan pula larutan
Methylen Blue sebagai indikator warna untuk mengetahui ada tidaknya
amilum yang terdapat dalam sari kentang tersebut.
Empat buah tabung reaksi yang diisi
dengan saliva masing-masing sebanyak 2 mL dipisahkan menjadi 2 kelompok.
Kelompok pertama dipanaskan dengan menggunakan bunsen spiritus sampai saliva
dalam kedua tabung tersebut mendidih, dan kemudian ditambahi dengan pati/starch
kentang kurang lebih sebanyak saliva tersebut, serta ditambahi juga 3 tetes MB.
Saat yang bersamaan, kelompok tabung yang kedua juga ditambahi dengan
pati/starch kentang dengan volume yang hampir sama dan 3 tetes MB.
Hasil yang diperoleh pada tabung
kelompok pertama yang diberikan perlakuan pemanasan serta penambahan MB adalah
pada menit ke-2 sampai menit ke-4 warnanya menjadi biru muda dan pada menit
ke-6 dan ke-8 warnanya berubah menjadi biru tua.
Kelompok
tabung yang tidak dipanaskan setelah penambahan MB pada setiap interval 2 menit
selama 10 menit akan dilihat kecepatan enzim dalam menguraikan amilum. Larutan
yang awalnya berwarna merah cokelat karena larutan pati kentang, setelah 2
menit sampai 4 menit larutanya berubah warna menjadi berwarna biru tua, dan
tetap berwarna biru tua sampai pada menit ke-10.
Perubahan ini terjadi
karena larutan amilum yang digunakan mengandung amilopektin dan ada kemungkinan
tidak tercampur merata dengan amilum dari kentangnya.
Perbedaan
warna tersebut diperoleh karena adanya perbedaan perlakuan untuk kedua kelompok
tabung tersebut. Kelompok tabung yang dipanaskan warnanya dari biru muda
menjadi biru tua karena enzim amilasenya telah mengalami denaturasi walaupun
tidak secara merata. Dilihat dari masih adanya perubahan warna pada menit ke-4
dan ke-6. Pada kelompok tabung yang tidak dipanaskan tidak mengalami perubahan
warna dari menit ke-2 sampai ke-10 menandakan bahwa enzim bekerja dengan baik
karena berada pada suhu yang optimum.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi
enzim diantaranya adalah (Dwidjoseputro, 1992) :
a. Suhu
Oleh karena reaksi kimia
itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan katalis enzim dapat
dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein maka
kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktig enzim akan
terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
b. pH
Umumnya enzim
efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5-8.0.
Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif
secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.
c. konsentrasi
enzim
Seperti pada katalis
lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi
enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan
reaksibertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
d.
Konsentrasi substrat
Hasil eksperimen
menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepat reaksi.
Akan tetapi, jika pada batas tertentu
tidak terjadi
kecepatan reaksi,
walaupn konsenrasi substrat diperbesar.
e.
Zat-zat penghambat
Hambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap
penggabungan substrat pada bagian aktif yang mengalami hambatan.
Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu perubahan tertentu. Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan oleh emulsin, rafinosa tersebut akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa
Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu perubahan tertentu. Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan oleh emulsin, rafinosa tersebut akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa
BAB V
PENUTUP
V.I Kesimpulan
Kesimpulan dari
percobann ini adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kerja enzim yaitu
suhu. Enzim amilase dapat menguraikan larutan pati yang terdapat dalam kentang Solanum tuberosum jika suhunya berada
pada suhu kamar, namun beda jika sudah melalui proses pemanasan karena enzimnya
telah mengalami denaturasi sehingga tidak dapat bekerja dengan baik. Kerja
enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu, pH, konsentrasi enzi, konsentrasi
substrat dan inhibitor atau zat penghambat.
V.2 Saran
Sebaiknya
dalam melakukan percobaan ini dilakukan terlebih dahulu pengecekan terhadap
kelayakan alat dan bahan yang akan digunakan, karena hal itu sangat berpengaruh
terhadap hasil reaksi
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro, 1992. Pengantar
fisiologi tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hedy, Suwarsono, 1990. Biologi Pertanian. Rajawali, Jakarta.
Kimball, John W, 1991. Biologi Edisi Kelima Jilid Tiga.
Erlangga, Jakarta.
Mahbub, H.,
2008, Deteksi dan produksi amilase, http://www.junes.blogspot.com, diakses pada hari Kamis tanggal 22
November 2012. pukul 17.55 WITA
Naters,
Urs M., Nicolas Rohleder., Jane Gaab., 2004. Human Salivary Alpha-Amylase
Reactivity In A Psychosocial Stress Paradigm. Germany
Ola,
2010. Enzim Amilase. http://amihola.blogspot.com. diakses pada
hari Kamis tanggal 22 November 20120. pukul 17.00 WITA
Poedjiadi, A.,
1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Salisbury, F. B., dan Cleon. W. Ross, 1990. Fisiologi Tumbuhan. Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
Wandi, 2010. Aktivitas Enzim. http://mrwandi.blogspot.com. diakses pada
hari Kamis tanggal 22 November 2012. pukul 16.45 WITA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar