Rabu, 01 Mei 2013

Aktivitas Enzim Amilase



LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN

PERCOBAAN  V
AKTIVITAS ENZIM AMILASE

                    NAMA                                        : OLIVIA DATU PARUNG
                    NIM                                            : H411 11 008
                    HARI/TGL PERCOBAAN     : SELASA, 20 NOVEMBER 2012
                    KELOMPOK                            : 1 (SATU)    
                    ASISTEN                                   : GABY MAULIDA NURDIN
                                                                          ASLIAH









LABORATORIUM BOTANI JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012

BAB I
PENDAHULUAN

I.1        Latar Belakang
Reaksi kimia tetap berlangsung tanpa enzim. Namun, reaksi tersebut berjalan lambat. Berbagai reaksi kimia metabolis di dalam tubuh organisme dapat berlangsung dengan cepat karena sel organisme tersebut menghasilkan enzim. Misalnya saja kita yang dapat menyimpan larutan glukosa dalam jangka waktu tak terbatas bila disimpan di dalam botol yang terjaga kondisinya dan tidak tercemar oleh jamur atau bakteri. Larutan glukosa tersebut akan terurai bila berada di dalam sitoplasma sel. Reaksi kimia di dalam sel dilakukan oleh enzim yang termasuk ke dalam golongan katalis (Hedy, 1990).
Menurut Hedy (1990), katalis adalah zat yang mempercepat reaksi dengan energi aktivasi tanpa mengubah hasil akhir (produk). Enzim tidak ikut serta dalam pengubahan suatu zat (reaksi), tetapi zat tersebut sibuat berulang kali untuk mempercepat reaksi. Enzim adalah katalis protein yang dihasilkan oleh sel. Zat tersebut mengatur kecepatan dan kekhususan ribuan reaksi kimia yang berlangsung di dalam sel.
Enzim bekerja pada perangkat substrat (reaktan) dan mengubahnya menjadi suatu perangkat hasil (produk). Daerah pada enzim yang mengikat suatu substrat adalah sisi aktif (tempat aktif). Tingkat kekhhususan yang tinggi memungkinkan sel mengendalikan reaksi-reaksi metabolisme dengan mengatur bentuk dan jumlah enzim yang dihasilkan (Hedy, 1990).
Enzim (eksoenzim) yang berperan dalam merubah karbohidrat komplek adalah karbohidrase, amilase, selulase. Pati merupakan substansi yang terlebih dahulu harus diubah menjadi molekul lebih sederhana agar dapat diserap oleh sel. Mikroorganisme memproduksi enzim untuk memecah substansi di dalam sel, salah satunya adalah amilase (Mahbub, 2011).
Amilase sendiri merupakan enzim yang paling penting dan keberadaanya paling besar, pada bidang bioteknologi, enzim ini diperjual belikan sebanyak 25% dari total enzim yang lainya. Amilase didapatkan dari berbagai macam sumber, seperti tanaman, hewan dan mikroorganisme (Mahbub, 2011).
Dan untuk lebih mengetahui dan memahami kerja suatu enzim amilase, maka percobaan ini dilakukan.

I.2        Tujuan percobaan
Tujuan diadakannya percobaan ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian enzim amilase terhadap larutan pati yang terdapat dalam kentang Solanum tuberosum.

I.3        Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 20 November 2012, pukul 14.00 - 17.00 WITA di Laboratorium Botani Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Air liur atau saliva sebagian besar diproduksi oleh tiga kelenjar utama yakni kelenjar parotis, kelenjar sublingual dan kelenjar submandibula. Volume air liur yang diproduksi bervariasi yaitu 0,5 – 1,5 liter setiap hari tergantung pada tingkat perangsangannya. Mengutip Guyton & Hall dalam Textbook of Medical Physiology, air liur atau saliva mengandung dua tipe pengeluaran atau sekresi cairan yang utama yakni sekresi serus yang mengandung ptyalin (suatu alfa amylase) yang merupakan enzim untuk mencernakan karbohidrat dan sekresi mucus yang mengandung musin untuk tujuan pelumasan atau perlindungan permukaan yang sebagian besar dihasilkan oleh kelenjar parotis. Cairan tipe mucus itu disekresikan atau dikeluarkan setiap detik sepanjang waktu kecuali saat tidur yang produksinya lebih sedikit (Poedjiati, 1994).
Menurut Poedjiati (1994), dalam hal pencernaan, air liur berperan dalam membantu pencernaan karbohidrat. Karbohidrat atau tepung sudah mulai dipecah sebaagian kecil dalam mulut oleh enzim ptyalin. Enzim dalam air liur itu memecah tepung (amylum) menjadi disakarida maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya. Misalnya, saat Anda mengunyah nasi yang terasa tawar lama-kelamaan akan terasa manis akibat pecahnya zat tepung menjadi maltosa yang rasanya manis.
Selain dalam pencernaan air liur juga berperan dalam kebersihan mulut. Sekresi saliva terutama tipe mucus penting dalam mempertahankan kesehatan jaringan rongga mulut. Rongga mulut berisi bakteri atau kuman patogen (merugikan) yang dengan mudah merusak jaringan dan menimbulkan karies gigi (gigi berlubang). Air liur juga mencegah kerusakan dengan beberapa cara. Pertama, aliran air liur itu sendiri membantu membuang bakteri atau kuman patogen juga pertikel makanan yang memberi dukungan nutrisi metabolik bagi bakteri itu sendiri. Kedua, air liur mengandung beberapa faktor yang menghancurkan bakteri salah satunya adalah ion tiosianat dan beberapa cairan proteolitik terutama lisosim yang menghancurkan bakteri,membantu ion tiosianat membunuh bakteri,mencerna partikel makanan dan air liur mengandung antibody protein yang menghancurkan bakteri (Poedjiati, 1994).
Dalam mempelajari mengenai enzim, dikenal beberapa istilah diantaranya holoenzim, apoenzim, kofaktor, gugus prostetik, koenzim, dan substrat. Apoenzim adalah suatu enzim yang seluruhnya terdiri dari protein, sedangkan holoenzim adalah enzim yang mengandung gugus protein dan gugus non protein. Gugus yang bukan protein tadi dikenal dengan istilah kofaktor. Pada kofaktor ada yang terikat kuat pada protein dan sukar terurai dalam larutan yang disebut gugus prostetik dan adapula yang tidak terikat kuat pada protein sehingga mudah terurai yang disebut koenzim. Baik gugus prostetik maupun koenzim, keduanya merupakan bagian yang memungkinkan enzim bekerja pada substrat. Substrat merupakan zat-zat yang diubah atau direaksikan oleh enzim (Dwidjoseputro, 1992).
Enzim meningkatkan laju sehingga terbentuk kesetimbangan kimia antara produk dan pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk tidaklah pasti dan bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan fisiologi yang normal, suatu enzim tidak mempengaruhi jumlah produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim. Jadi, jika keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim tidak dapat mengubahnya (Salisbury dan Ross, 1995).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim diantaranya adalah (Dwidjoseputro, 1992) :
a.       Suhu
Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktig enzim akan terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
b.     pH
Umumnya enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5-8.0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.
c.    konsentrasi enzim
Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksibertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
d.      Konsentrasi substrat
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepat reaksi. Akan  tetapi, jika pada batas tertentu tidak terjadi
kecepatan reaksi, walaupn konsenrasi substrat diperbesar.
e.       Zat-zat penghambat
Hambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap penggabungan substrat pada bagian aktif yang mengalami hambatan.
Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu perubahan tertentu. Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan oleh emulsin, rafinosa tersebut akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa.
hal15.jpg









Gambar 1: Cara kerja enzim amylase

Menurut Salisbury dan Ross (1992) amilase merupakan enzim yang paling penting dan keberadaanya paling besar, pada bidang bioteknologi, enzim ini diperjual belikan sebanyak 25% dari total enzim yang lainya. Amilase didapatkan dari berbagai macam sumber, seperti tanaman, hewan dan mikroorganisme. Amilase yang berasal dari mikroorganisme banyak digunakan dalam industri, hal ini dikarenakan mikroorganisme periode pertumbuhanya pendek. Amilase pertama kali yang diproduksi adalah amilase yang berasal dari fungi pada tahun 1894.
Produksi enzim amilase dapat menggunakan berbagai sumber karbon. Contoh-contoh sumber karbon yang murah adalah sekam, molase, tepung jagung, jagung, limbah tapioka dan sebagainya. Jika digunakan limbah sebagai substrat, maka limbah tadi dapat diperkaya nutrisinya untuk mengoptimalkan produksi enzim. Sumber karbon yang dapat digunakan sebagai suplemen antara laian: pati, sukrosa, laktosa, maltosa, dekstyrosa, fruktosa, dan glukosa. Sumber nitrogen sebagai suplemen antara lain: pepton, tripton, ekstrak daging, ekstrak khamir, amonium sulfat, tepung kedelai, urea dan natrium nitrat (Salisbury dan Ross, 1992).
            Menurut Hedy (1990) protein sebagai salah satu kelompok makromolekul adalah katalis yang sangat efektif untuk banyak reaksi kimia yang beragam karena kemampuan mereka untuk terikat secara spesifik pada banyak molekul. Dengan memanfaatkan gaya intermolekular, enzim membawa substrat pada orientasi optimal yang mana hal ini merupakan tahap stabilisasi keadaan transisi, yang merupakan bagian dengan tingkat energi yang paling tinggi dalam suatu reaksi kimia.
            Melalui stabilisasi keadaan transisi secara selektif, enzim menentukan satu dari beberapa reaksi kimia yang mungkin berlangsung.  Spesifisitas enzim berkaitan dengan interaksi yang tepat dari substrat dengan enzim, ini merupakan hasil dari struktur tiga dimensi dari protein enzim yang berbelit-belit.  Aktivitas katalitik enzim bergantung juga pada kehadiran molekul-molekul kecil yang disebut sebagai kofaktor.  Bila kofaktornya berupa molekul organik, maka secara khusus disebut sebagai koenzim (Hedy, 1990).
            Dalam setiap reaksi kimia, terdapat tahapan-tahapan tertentu yang harus dilewati oleh suatu molekul hingga ia berubah menjadi produk.  Mulai dari tahap awal, di mana ia belum berubah, kemudian ada satu tahap di mana seluruh bagian atau fraksi molekul tersebut berada dalam keadaan energi paling tinggi dan tahap di mana zat awal telah berubah menjadi produk. (Hedy, 1990).
images.jpg






Gambar 2: Tempat terbentuknya enzim amylase

Suatu reaksi kimia, dimungkinkan untuk terjadi bila reaktannya mengandung energy dalam  yang mampu membawa semua fraksi molekul reaktan untuk melewati batasan energi sehingga semua bagian molekulnya bisa berada pada keadaan transisi.  Pada tahap ini, molekul mempunyai peluang yang sama apakah ia akan berubah menjadi produk atau kembali lagi membentuk reaktan.  Kecepatan reaksi tergantung pada banyaknya fraksi molekul yang berada pada keadaan transisi ini.  Semakin banyak, semakin cepat reaksi terjadi.  Untuk mencapai hal ini, dapat dilakukan antara lain dengan menaikkan temperatur reaksi sehingga energi kinetik molekul-molekul pereaksi meningkat dan semakin banyak yang dapat melewati batasan energi keadaan transisi.  Cara lain yaitu dengan menggunakan katalis yang akan menurunkan energi aktivasi sehingga semakin banyak molekul yang dapat mencapai keadaan transisi (Poedjiati, 1994).
Enzim mempercepat reaksi dengan memfasilitasi pembentukan keadaan transisi, tanpa mengubah energi bebas reaksi, dan karenanya keadaan energi bebas produk dan substrat adalah sama.  Energi bebas untuk pencapaian keadaan transisi tidak ikut dihitung dalam penentuan energi bebas reaksi, karena energi bebas saat keadaan transisi atau energi aktivasi yang diperlukan, akan diperoleh kembali saat keadaan transisi berubah menjadi produk. Alhasil, energi bebas produk dan substrat atau reaktan adalah tetap, sedangkan laju reaksi dapat meningkat. Enzim mempercepat reaksi dengan mengurangi energi aktivasi.  Kombinasi enzim-substrat menghasilkan suatu jalur reaksi yang energi transisinya lebih rendah daripada yang dimiliki oleh reaksi yang tanpa dikatalisis.  Esensi dari katalisis adalah pengikatan yang khusus pada keadaan transisi. (Poedjati, 1994).
            Menurut Mahbub (2011) konsentrasi substrat mempengaruhi dengan nyata kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim.  Pada konsentrasi substrat yang amat rendah, kecepatan maksimum amat rendah, tetapi, kecepatan ini akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi substrat.  Peningkatan laju reaksi akan semakin kecil seiring dengan terus bertambahnya konsentrasi substrat, hingga akhirnya akan dicapai suatu suatu titik batas, dan setelah titik ini dilampaui, kecepatan reaksi hanya akan meningkat sedemikian kecil dengan bertambahnya konsentrasi substrat.  Bagaimanapun tingginya konsentrasi substrat setelah titik ini dicapai, kecepatan reaksi akan mendekati tetapi tidak pernah mencapai garis maksimum.  Pada batas ini, yang disebut kecepatan maksimum (Vmaks), enzim menjadi jenuh oleh substratnya, dan tidak dapat berfungsi lebih cepat.
                Pengaruh kejenuhan ini diperlihatkan oleh hampir semua enzim.  Selanjutnya, dari pengamatan akan hal ini, diperolehlah suatu teori umum mengenai kerja enzim, bahwa : enzim E pertama-tama bergabung dengan substratnya S dalam reaksi dapat balik, membentuk kompleks enzim-substrat ES.  Reaksi ini berlangsung relative cepat.  Kompleks ES lalu terurai dalam reaksi dapat balik kedua, yang lebih lambat, menghasilkan produk P, dan enzim bebas E.  Reaksi kedua merupakan tahap yang membatasi kecepatan.  Kecepatan reaksi katalitik menjadi maksimum jika semua enzim terdapat sebagai ES dan konsentrasi enzim bebas menjadi sangat kecil.  Keadaan ini tercapai pada konsentrasi substrat tinggi.  Jika konsentrasi S ditingkatkan maka, dapat dikatakan bahwa semua enzim bebas E berubah ke bentuk ES.  Pada reaksi yang kedua dalam siklus katalitik, kompleks ES terus-menerus, dan dengan cepat terurai menjadi P dan enzim bebas E.  Tetapi, bila konsentrasi substrat S cukup tinggi, enzim bebas E akan segera berikatan dengan molekul S yang lain.  Pada keadaan ini tercapai suatu keadaan kesetimbangan dengan enzim yang senantiasa jenuh oleh substratnya dan tercapai kecepatan maksimum.  Michaelis-Menten menurunkan suatu persamaan yang menghubungkan laju awal dengan konsentrasi substrat (Mahbub, 2011).
            Dalam persamaan ini, vo adalah kecepatan awal pada konsentrasi substrat [S], Vmaks adalah kecepatan maksimum dan KM adalah tetapan Michaelis-Menten enzim bagi substrat tertentu.  KM bersifat khas bagi enzim tertentu, dengan substrat spesifik pada kondisi pH dan suhu tertentu (Mahbub, 2011).
            Enzim amilase merupakan enzim yang menguraikan pati.  Enzim ini terdistribusi secara luas pada mikroba, tumbuhan dan hewan.  Mereka bertindak dengan menghidrolisis ikatan di antara unit-unit glukosa yang berikatan menghasilkan produk yang khas dengan enzim tertentu yang terlibat (Kimball, 1991).
Dalam bukunya, Kimball (1991) menuliskan bahwa amilase merupakan enzim yang banyak dipelajari dan diaplikasikan pada berbagai keperluan industri bioteknologi.  Enzim ini diperjualbelikan sebanyak 25% dari total enzim yang lainnya.  Sumber enzim amylase didapatkan dari berbagai organisme termasuk tanaman, hewan dan mikroorganisme. 
Amilase mencerna karbohidrat (polisakarida) menjadi disakarida yang lebih sederhana, bahkan mengkonversi mereka menjadi monosakarida seperti glukosa.  Orang – orang yang tidak dapat mencerna lemak, seringkali mengkonsumsi gula dan karbohidrat untuk mengatasi kekurangan lemak dalam makanan mereka.  Amilase tidak hanya mencerna karbohidrat, tetapi juga mencerna sel darah putih yang mati (pus).  Amilase juga terlibat dalam reaksi antiinflamasi seperti yang disebabkan oleh pelepasan histamine dan zat-zat lain yang serupa.  Respon inflamasi biasanya terjadi pada organ yang berhubungan dengan lingkungan luar (Kimball, 1991).
Terdapat beberapa macam enzim amylase,  enzim α-amilase bertindak pada lokasi yang acak di sepanjang rantai polisakarida, memecah rantai panjang karbohidrat, terutama menghasilkan maltotriosa dan maltosa dari amilosa atau maltose.  Karena dia dapat bertindak di mana pun pada substrat, α-amilase cenderung bertindak lebih cepat dibanding β-amilase.  Pada manusia, baik saliva maupun amylase dari kelenjar pankreas adalah α-amilase.  Enzim ini bekerja optimal pada pH 6,7-7.  Selain α-amilase, ada juga β-amilase.  Enzim ini bekerja pada ujung non pereduksi.  Selama proses pematangan buah, enzim ini memecah pati menjadi  maltose, manghasilkan rasa manis pada buah yang matang.  Enzi mini bekerja pada pH optimum 4-5.   Jenis lainnya dari enzim amylase adalah γ-amilase.  Enzim amylase jenis ini, tidak seperti enzim amylase yang lain, memiliki pH optimum 3 (Mahbub, 2011).
imgprod07.jpg






Gambar 3: Struktur enzim amylase

Adanya beberapa enzim yang dapat diujikan secara langsung karena diperlukan konsentrasi yang sangat rendah untuk mengkatalisis suatu bagian dari reaksi.  Oleh karena itu, adanya enzim dapat digambarkan dengan hilangnya substrat atau terbentuknya produk-produk reaksi.  Enzim diinkubasi dengan substrat pada kondisi yang sesuai, sehingga sampel akan terurai pada interval waktu tertentu dan kemudian dianalisis (Naters, dkk., 2004)
Penggunaan biomakers saliva telah mendapatkan popularitas meningkat selama dekade terakhir dalam penelitian psikologis dan biomedis. sedangkan pengukuran kortisol bebas dalam air liur telah terbukti berguna untuk menilai fungsi dan reaktivitas dari hipofisis adrenal hipotalamus (HPA), sebuah penanda yang cocok dari kegiatan meduler sympathoadrenal dalam air liur belum belum ditemukan (Naters, dkk., 2004).


BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, gegep, pengaduk, bunsen spiritus, stopwatch, pipet tetes, pisau, spiritus, tissue dan korek api.

III.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah amilum kentang Solanum tuberosum, larutan Mb (Metilen blue), air dan saliva 2 ml.

III.3 Prosedur percobaan
            Prosedur kerja percobaan ini adalah :
1.      Menyiapkan saliva ke dalam 4 buah tabung reaksi masing-masing sebanyak 2 ml.
2.      Memanaskan tabung I dan II pada bunsen sebelum dimasukkan saliva 2 ml dan tabung III dan IV didiamkan pada suhu kamar.
3.      Pada kedua tabung, memasukkan 2 ml larutan pati/starch kentang Solanum tuberosum, kemudian homogenkan.
4.      Meneteskan masing-masing larutan campuran antara saliva dan larutan pati kemudian meneteskan larutan Mb sebanyak 3 tetes kemudian mengaduk campuran tersebut.
5.      Mengamati perubahan warna yang terjadi, dimana melakukan perhitungan waktu menggunakan stopwatch pada 2 menit pertama, 2 menit kedua dan seterusnya hingga 10 menit.



















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan
Waktu
Warna larutan
Dipanaskan
Tidak dipanaskan
2
4
6
8
10
++
++
+++
+++
+++
+++
+++
+++
+++
+++
Keterangan :
+          : Bening
++        : Biru Muda
+++     : Biru Tua

IV.2 Pembahasan
            Percobaan mengenai aktivitas enzim amilase ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh enzim amilase             terhadap larutan pati/starch yang terdapat pada kentang Solanum tuberosum. Fungsi enzim amilase untuk mengubah amilum
enzim amilase merupakan enzim yang berperan dalam mengubah amilum yang tergolong polisakarida menjadi maltosa yang tergolong oligosakarida kemudian nantinya akan diubah menjadi monosakarida.
           
            Percobaan ini menggunakan saliva sebagai salah satu bahan percobaan karena saliva mengandung enzim amilase. Disamping amilase, disediakan pula larutan  Methylen Blue sebagai indikator warna untuk mengetahui ada tidaknya amilum yang terdapat dalam sari kentang tersebut.
            Empat buah tabung reaksi yang diisi dengan saliva masing-masing sebanyak 2 mL dipisahkan menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama dipanaskan dengan menggunakan bunsen spiritus sampai saliva dalam kedua tabung tersebut mendidih, dan kemudian ditambahi dengan pati/starch kentang kurang lebih sebanyak saliva tersebut, serta ditambahi juga 3 tetes MB. Saat yang bersamaan, kelompok tabung yang kedua juga ditambahi dengan pati/starch kentang dengan volume yang hampir sama dan 3 tetes MB.
            Hasil yang diperoleh pada tabung kelompok pertama yang diberikan perlakuan pemanasan serta penambahan MB adalah pada menit ke-2 sampai menit ke-4 warnanya menjadi biru muda dan pada menit ke-6 dan ke-8 warnanya berubah menjadi biru tua.
Kelompok tabung yang tidak dipanaskan setelah penambahan MB pada setiap interval 2 menit selama 10 menit akan dilihat kecepatan enzim dalam menguraikan amilum. Larutan yang awalnya berwarna merah cokelat karena larutan pati kentang, setelah 2 menit sampai 4 menit larutanya berubah warna menjadi berwarna biru tua, dan tetap berwarna biru tua sampai pada menit ke-10.
Perubahan ini terjadi karena larutan amilum yang digunakan mengandung amilopektin dan ada kemungkinan tidak tercampur merata dengan amilum dari kentangnya.

Perbedaan warna tersebut diperoleh karena adanya perbedaan perlakuan untuk kedua kelompok tabung tersebut. Kelompok tabung yang dipanaskan warnanya dari biru muda menjadi biru tua karena enzim amilasenya telah mengalami denaturasi walaupun tidak secara merata. Dilihat dari masih adanya perubahan warna pada menit ke-4 dan ke-6. Pada kelompok tabung yang tidak dipanaskan tidak mengalami perubahan warna dari menit ke-2 sampai ke-10 menandakan bahwa enzim bekerja dengan baik karena berada pada suhu yang optimum.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim diantaranya adalah (Dwidjoseputro, 1992) :
a.       Suhu
Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktig enzim akan terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
b.     pH
Umumnya enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5-8.0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.
c.    konsentrasi enzim
Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksibertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
d.      Konsentrasi substrat
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepat reaksi. Akan  tetapi, jika pada batas tertentu tidak terjadi
kecepatan reaksi, walaupn konsenrasi substrat diperbesar.
e.       Zat-zat penghambat
Hambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap penggabungan substrat pada bagian aktif yang mengalami hambatan.
Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu perubahan tertentu. Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan oleh emulsin, rafinosa tersebut akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa











BAB V
PENUTUP

V.I Kesimpulan
            Kesimpulan dari percobann ini adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kerja enzim yaitu suhu. Enzim amilase dapat menguraikan larutan pati yang terdapat dalam kentang Solanum tuberosum jika suhunya berada pada suhu kamar, namun beda jika sudah melalui proses pemanasan karena enzimnya telah mengalami denaturasi sehingga tidak dapat bekerja dengan baik. Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain  suhu, pH, konsentrasi enzi, konsentrasi substrat dan inhibitor atau zat penghambat.

V.2 Saran
            Sebaiknya dalam melakukan percobaan ini dilakukan terlebih dahulu pengecekan terhadap kelayakan alat dan bahan yang akan digunakan, karena hal itu sangat berpengaruh terhadap hasil reaksi

DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro,  1992. Pengantar fisiologi tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama,    Jakarta.

Hedy, Suwarsono, 1990. Biologi Pertanian. Rajawali, Jakarta.

Kimball, John W, 1991. Biologi Edisi Kelima Jilid Tiga. Erlangga, Jakarta.

Mahbub, H., 2008, Deteksi dan produksi amilase, http://www.junes.blogspot.com,             diakses pada hari Kamis tanggal 22 November 2012. pukul 17.55 WITA

Naters, Urs M., Nicolas Rohleder., Jane Gaab., 2004. Human Salivary Alpha-Amylase Reactivity In A Psychosocial Stress Paradigm. Germany

Ola, 2010. Enzim Amilase. http://amihola.blogspot.com. diakses pada hari Kamis tanggal 22 November 20120. pukul 17.00 WITA

Poedjiadi, A., 1994. Dasar-dasar Biokimia.  Universitas Indonesia Press, Jakarta.
  
Salisbury, F. B., dan Cleon. W. Ross, 1990. Fisiologi Tumbuhan. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Wandi, 2010. Aktivitas Enzim. http://mrwandi.blogspot.com. diakses pada hari Kamis tanggal 22 November 2012. pukul 16.45 WITA.
 

­
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar